Selasa, 24 November 2009

cerpen "keributan dini hari"

Cess…malam ini dingin sekali, aku terjaga dari tidurku, kulihat jam dinding di masjid menunjukkan pukul dua dini hari, dengan sedikit agak malas kulangkahkan kedua kakiku kekamar mandi, kuambil air wudhu. Brrr…dingin nian air malam ini, kulihat kabut tebal mengiringi kanan kiri asramaku.

Dari utara asrama terlihat samar-samar sorot lampu sepeda motor, oh..Zamhari rupanya, dia adalah temanku yang dua bulan lalu keluar dari pondok ini. Ternyata dia tidak sendirian, di belakangnya duduk dua orang lagi, Santo dan Asro. Setelah menurunkan dua "penumpangnya" Zamhari langsung memutar sepeda motornya kemudian berlalu begitu saja.

Memang seperti inilah keadaan asrama yang khusus disediakan untuk santri yang masih sekolah SMA di pondokku ini. Disekelilingnya tidak ada satupun pagar pembatas seperti asrama dipondok lain sehingga setiap orang dapat dengan bebas keluar masuk lokasi asrama, entah itu santri pondokku atau bukan.

Indera penglihatanku tetap menatap mereka berdua, dari balik kordin jendela kamarku kulihat mereka berdua sempoyongan. Mereka merebahkan badan di emperan gubuk yang berada di belakang ndalem. Yang dihuni oleh Kang Tadlo, salah satu ustadzku yang abdi di ndalem Sang Kyai. "Masya Allah pasti malam ini mereka teler lagi!" Gumamku dalam hati, tak lama kemudian terdengar suara keras yang sama sekali tak pantas didengar oleh siapapun. " Dancok!matamu! Mang kamu siapa berani menasehati aku?Kulihat ternyata Asro mabuk berat malam ini, "Sro…jangan misuh-misuh kamu!, ini dibelakang ndalem, nanti malah tertangkap kita!", kata Santo memperingatkan Asro.

"Biar! Memang apa urusan kamu!"

"Sro..kamu itu mabuk, ayo pindah dari sini sebelum Kang Tadlo terbangun!"

Ternyata Santo masih punya sedikit kesadaran untuk berusaha menyembunyikan apa yang telah mereka lakukan.

Jratt..satu kepalan tangan Asro mendarat di alis kiri Santo, darah segar keluar. Santo yang tidak terima dengan apa yang dilakukan Asro langsung balas menonjok muka Asro, akhirnya malam ini terjadilah perkelahian hebat didepan asrama belakang ndalem.

Aku berlari ketempat kendali listrik utama, kunyalakan semua lampu yang ada di asramaku dengan harapan semua penghuni asramaku ini terbangun, kupikir aku takkan sanggup menghentikan pergumulan mereka jika aku sendirian. Semua terbangun untuk melihat apa yang sebenarnya sedang terjadi. Si Arif yang masih merupakan kerabat Santo mencoba untuk melerai mereka, namun tidak berhasil, kemudian datang Rohim dan teman-temannya mencoba menghentikan apa yang terjadi, untuk sementara perkelahian mereka terhenti. Terlihat darah mengucur deras dari alis kiri Santo.

Pintu ndalem bagian belakang terbuka, Sang Kyai yang masih mengenakan kaos oblong putih keluar untuk melihat apa yang terjadi. "Ada apa kang? Kok rebut-ribut?", Tanya Sang Kyai, semua wajah tertunduk. Pandangan mata Sang Kyai tertuju ke arah Asro yang terkapar-kapar ditanah, Sang Kyai merunduk mencium bau nafas Asro, "Hemm….bau alkohol ini, kamu mabuk lagi ya? Sama siapa kang kamu mabuk?", Tanya Sang Kyai kepada Asro. Bukannya menjawab tetapi Asro malah meludahi wajah Sang Kyai. Sang Kyai sama sekali tidak marah, beliau malah mengalihkan pertanyaannya kepada santrinya yang berkumpul disitu.

"Kang, kamu semua tahu apa tidak? Anak ini mabuk dengan siapa?" Semua mata memandang ke arah Santo.

“ sudah kang sekarang bawa dua anak ini kekamar mandi, suruh wudhu biar cepat sadar," kata Sang Kyai kepada para santrinya yang berkumpul disitu. Asro dituntun temannya untuk pergi kekamar mandi, sedangkan Santo tidak mau dituntun karena dia masih merasa kuat untuk berjalan sendiri.

Plak! Disitu bukannya wudhu akan tetapi Asro malah menampar wajah Santo, Santo berusaha untuk tidak membalas karena dia tahu kalau Asro terlalu mabuk malam ini, sehingga mungkin saja dia tidak sadar dengan apa yang dia lakukan, Santo berusaha cuek, dia teruskan mengambil air wudhu.

Hal yang tidak terduga terjadi, Asro membenturkan kepala Santo kepucuk kran, dari kepalanya terlihat cairan merah itu keluar lagi, Santo yang tidak terima diperlakukan seperti itu langsung mencekik leher Asro. Teman-temannya pun berhamburan ke arah mereka untuk mencegah perkelahian ini lebih jauh.

Asro yang tidak mampu lagi untuk berdiri digiring kekantor pondok untuk diamankan, sedangkan Santo sendiri dibawa kebilik kecil bawah tangga lantai dua. Didalam bilik itu terdapat Pak Yahya yang sedang tidur pulas karena baru seharian beliau bepergian untuk mengobati orang yang terkena guna-guna di kabupaten sebelah, memang Pak Yahya ini mempunyai kemampuan berbeda dibandingkan dengan ustadz-ustadzku yang lain, hanya beliaulah yang menguasai ilmu perdukunan di pondokku ini.

"Bagaimana tho kamu ini! Tidak tahu apa? Lha santrinya geger kamu malah enak-enakan tidur disini!" Dawuh Sang Kyai yang memang saat itu sedang marah. Pak Yahya kaget dan terbangun dari tidurnya, beliau kebingungan karena tiba-tiba saja Sang Kyai masuk kebiliknya dengan muka merah padam, Pak Yahya hanya menunduk tidak berani memandang wajah Sang Kyai meski hanya sekilas, lalu datang Pak Nafi menggandeng Santo masuk kebilik kecil yang difungsikan untuk mengawasi kalau ada santri yang kabur lewat kebun tebu milik Pak Lurah yang ada dibelakang asrama.

"Coba sekarang kamu periksa semua santri yang ada di asrama ini, panggil semua pembina kamar! Lalu panggil juga Pak Rohman, Masak jam segini tidak patroli!" perintah Sang Kyai.

"Pembina kamar C1 siapa?" Tanya Sang Kyai ke Pak Yahya

"Kulo Kyai", jawab Pak Yahya dengan suara sedikit agak serak.

"Ya sudah sekarang cepat berangkat!"

***

Sambil duduk bersila Sang Kyai mengeluarkan rokok kretek filter kesuakaannya, " sudah kang, ini saya halalkan, sekarang merokoklah, sampeyan tidak saya larang lagi untuk merokok, itu lebih baik dari pada sampeyan minum barang najis yang jelas-jelas dilarang oleh agama". Santo hanya merunduk diam sambil memainkan kedua jempolan kakinya, dia takut mengambil gulungan tembakau yang dilarang keras untuk dihisap di pondokku ini. Dia masih punya rasa hormat untuk tidak merokok di depan Kyainya.

"Sudahlah kang, sampeyan tidak usah malu, ayo cepat ambil!"

Dengan agak malu-malu akhirnya Santo mau mencomot sebatang rokok kemudian menyulutnya. Diselingi dengan kepulan asap tembakau yang dia hisap, Santo diinterogasi langsung oleh Sang Kyai. Santo mengakui semua apa yang dilakukannya, dia juga menyatakan bahwa kebiasaannya itu memang dia bawa dari rumah.

***

Keesokan harinya Asro baru tersadar, Pak Nafi yang dari tadi malam menungguinya langsung menanyakan tentang apa yang sebenarnya telah terjadi, Asro tidak ingat apa-apa, tapi setelah Pak Nafi menerangkan kejadian semalam dan sedikit mendesak Asro, akhirnya Asro mengakui semua perbuatannya, tidak hanya arak yang dia minum akan tetapi juga berbagai macam pil yang dapat membuat orang sejenak lupa akan dunia dia konsumsi. Pil anjing, pil koplo, pil grasak, lexothan, ekstasi sampai ineks dan berbagai macam lainnya dia sebutkan dengan lancar.

Kemudian dia sebutkan siapa saja santri di pondokku ini yang pernah mabuk dengannya. Ternyata tidak hanya satu atau dua saja yang mengkonsumsi pil terkutuk itu, tak kurang dari lima belas orang dia sebutkan! Bahkan bukan tidak mungkin lebih dari itu. "Innalillahi Wa Inna Ilaihi Roji'un" Pak Nafi hanya mengernyitkan dahi plus menggeleng-gelengkan kepala setelah tahu bahwa virus narkoba itu sudah sedemikian luas. Beliau tak habis pikir kenapa pondok yang sejak awal berdirinya lebih memprioritaskan pendidikan akhlak ini terdapat borok besar yang telah lama tidak tercium, beliau heran kemana perginya pendidikan akhlak yang selama ini diajarkan.

Pak Nafi tidak begitu saja percaya dengan perkataan Asro, Beliau khawatir kalau kesadaran Asro belum pulih seratus persen sehingga dia mengatakan sesuatu yang sangat mungkin tidak benar.

Untuk membuktikan itu semua Pak Nafi langsung sowan kepada Sang Kyai terkait penemuan barunya, Sang Kyai meminta Pak Nafi untuk mengumpulkan santri-santri kepercayaan Sang Kyai. Sang Kyai akan mengecek kebenaran data tentang nama-nama santri pemakai narkoba yang diperoleh Pak Nafi.

***

Pada sore hari yang murung, semurung wajah para ustadzku, semuanya menjadi jelas bahwa hal tersebut memang nyata terjadi. Bashor yang cerdik, Misbah yang pendiam, Arfi yang jago sepak bola, Bahri cucu seorang 'ulama besar yang merupakan guru pertama pendiri pondok pesantrenku ini, Hakim sang maestro sepak takraw yang menjadi andalan kabupatenku disetiap ada kejuaraan, Durori yang penurut, sampai aziz yang notabene masih seumur jagung mukim di pesantren ini dan masih banyak lagi yang telah menjadi pengguna sejak lama. Bahkan Asro sendiri telah menjadi budak pil setan itu sejak dia masih duduk di bangku SMP, dia juga mengatakan kalau tidak mengkonsumsi dua hari saja, badan terasa sakit semua bagai disiksa, dan gairah untuk bergerak seakan telah hilang.

Mendengar semua itu, Sang Kyai tak tahan lagi membendung air matanya, titik-titik bening nan suci menetes satu persatu dari mata beliau. Beliau menyuruh Kang Izam untuk mengambil gelas di kantin, Sang Kyai ingin minum. Sesaat kemudian Kang Izam datang dan menyodorkan gelas kepada Sang Kyai dengan penuh rasa tawadlu. Setelah meneguk dua gelas air putih, Sang Kyai berpesan kepada para santrinya.

"Ya beginilah kang, akibat salah pergaulan, sejak dulu saya sudah pesan kepada sampeyan semua dan teman-teman kalian itu agar kalau memilih teman yang hati-hati, kalau sudah begini sulit sekali penyembuhannya. Kalau sampeyan semua sejak dulu sudah melapor kepengurus pondok, kejadiannya mungkin tidak akan separah ini". Sang Kyai diam sejenak untuk menghela nafas. Tak ada suara sedikitpun yang terdengar, bergeser tempat duduk pun tak berani mereka lakukan, semua mata tertunduk memandang ke lantai dan mendengarkan apa yang di nasehatkan Sang Kyai dengan rasa ta'dhim yang mendalam.

Kang, sekarang kalau sampeyan kebetulan melihat kemunkaran yang terjadi di pesantren ini, jangan diam saja. Kalau sampeyan tidak berani mencegah atau menasehati teman yang berbuat demikian, langsung saja melapor ke pengurus pondok, tidak usah takut. Masak sampeyan takut dengan manusia tetapi tidak takut sama Yang Kuasa? Itu kan terbalik namanya! Nggak bener itu kang, ya sudah, sekarang biarkan yang telah berlalu, mari kita lakukan yang terbaik untuk selanjutnya!".

***

Kabar kasus terbesar yang pernah ada di pesantrenku ini pun langsung menyebar dari mulut ke mulut, esok harinya lagi para orang tua santri yang telah terlibat dalam kasus tersebut dipanggil satu per satu dan bagaimanapun juga semua santri yang terlibat mau tak mau harus dipulangkan, meskipun mayoritas dari mereka sowan ke Sang Kyai untuk meralat vonis yang telah dijatuhkan, tapi keputusan tetaplah keputusan dan peraturan tetaplah peraturan, tak ada kata maaf untuk sebuah pelanggaran yang berat di sebuah pesantren. Ironisnya, sebagian dari mereka telah sampai jenjang terakhir tahun kedua belas mereka belajar di pesantern ini itu berarti mereka hampir ujian akhir untuk menentukan kelulusan.

Kini terbongkar sudah jaringan narkoba yang telah lama tidak terendus ini, pihak yang berwajib pun merasa terbantu karena lewat peristiwa ini beberapa pengedar narkoba yang selama ini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) dapat diciduk dengan mudah, bahkan dua orang Bandar gede yang telah lama didiincar oeh polisi dapat diringkus tanpa ada perlawanan.

Malang, 28 Mei 2009

*Mahasiswa fakultas humaniora dan budaya UIN MMI Malang

kader PMII Ibnu Aqil

counter idea atas idea terorisme

counter idea atas idea terorisme”

Beberapa hari ini pembicaraan disekitar kita sibuk mengangkat tema mengenai terorisme, dari sudut gang di perkampungan, setiap pojok warung kopi sampai ruang-ruang pusat perbelanjaan dan perkantoran sibuk membicarakan satu istilah, yaitu terorisme. Pemberitaan disemua media, baik media cetak maupun elektronik masih menjadikan terorisme dan perburuan tukang teror sebagai menu utama. Isu-isu tentang Pilpres (pilihan presiden) dengan berbagai macam keruwetannya seolah sudah terlupa oleh kita.

Sajian terorisme memang layak dikedepankan setelah pada jum’at 17 juli 2009 dua buah bom bunuh diri meledak di hotel JW Marrioott dan Ritz Carlto. Peristiwa tersebut tentu membuat publik negeri ini tentu tersentak setelah kurang lebih empat tahun rakyat Indonesia hidup tenang sepi dari teror. Pihak kepolisian pun juga langsung kalang kabut setelah mereka selama ini seolah menghentikan perburuan para pelaku teror atau teroris. Setelah melakukan pengolahan tempat kejadian perkara, uji laboratorium, serta melakukan penyidikan-penyidikan, akhirnya pihak kepolisian pun menyimpulkan bahwa dalang pelaku teror ini merupakan pemain lama yang mana wayangnya merupakan orang baru. Dan sel-sel jaringannya adalah baru, dan yang membentuk tetaplah sang dalang, buruan nomor wahid aparat kepolisian negeri ini, yakni Noordin M. Top.

Sesaat kita dibuat bersorak ketika datasemen 88 (satuan elit polisi pemburu teroris) melakukan pengepungan selama 18 jam tehadap rumah di temanggung yang mana diduga bahwa orang yang ada didalam rumah tersebut merupakan Noordin. Akan tetapi setelah diselidiki lebih teliti dugaan tersebut melemah, dan masyarakatpun dipaksa kembali was-was dan waspada.

Kita mungkin masih heran, kenapa bangsa Indonesia yang merupakan bangsa yang berpenduduk muslim terbesar didunia ini seakan tidak bisa terlepas dari teror, kita mungkin malu kenapa bangsa yang dikenal berpenduduk ramah, berbudaya besar, dan mempunyai potensi sebagai bangsa yang hebat ini harus berstigma bahwa bangsa kita merupakan sarang teroris.

Tentu kita meyakini bahwa kehidupan masyarakat sangat dinamis, dan dinamika setiap tindakan atau aksi masyarakat tersebut tidak terlepas dari pra-wacana (pre-discourse) atau konsep yang dibentuk dibelakang otak setiap individu-individu yang membentuk sebuah kelompok masyarakat. Begitu juga dengan kelompok masyarakat penyebar atau pelaku teror.

Sebelum mereka melakukan aksi, mereka telah di berikan berbagai macam pre-discouse yang mengatakan bahwa tindakan mereka merupakan jihad fii sabilillah, li’I’laai kaliimatillah (meluhurkan ayat-ayat Allah) dan apabila meninggal maka otomatis akan masuk surga. Iming-iming yang merupakan tujuan akhir setiap manusia beriman tersebut tampaknya mampu menjadi daya tarik setiap individu dari kelompok masyarakat yang kita anggap sebagai teroris, hal ini diperkuat dengan kemampuan pemimpin kelompok tersebut yang mampu meracik kata-kata bersifat persuasif sehingga mereka setiap saat individu tersebut mau dipanggil untuk menjadi martir atau sebagai “pengantin” yang melakukan bom bunuh diri.

Dewasa ini masyarakat kita mungkin kurang paham atau bahkan acuh tak acuh dengan berbagai macam ideologi yang mulai menyeruak masuk kedalam setiap sendi dan pori kehidupan bangsa. Kesadaran untuk meneliti dan berhati-hati dalam memilih setiap produk pemikiran yang menjadi pre-discourse mereka dalam bertindak tergerus oleh arus modernisasi yang menutut masyarakat untuk selalu mempertimbangkan aspek materi. Namun disisi lain, modernisasi juga membuat masyarakat bingung untuk memilih konsep mana yang tepat bagi mereka dalam menjalankan proses tindakan serta aksi, terutama dalam aspek pemenuhan kebutuhan rohani atau proses keber-agama-an mereka yang gersang.

Ditengah kondisi masyarakat yang terombang-ambing seperti buih ditengah lautan serta dinamika sosial yang sering tidak menentu arahnya, permainan simbol merupakan sebuah keharusan bagi setiap pemilik konsep yang ingin menguasai sebuah kelompok masyarakat kecil seperti desa atau bahkan kelompok masyarakat yang besar seperti Negara. Maka, bisa diprediksi bahwa pemilik konsep yang pandai untuk mempercantik sebuah simbol maka ditangan dia-lah masyarakat akan dikendalikan. Bagi kita tidak akan masalah apabila konsep yang ada dibelakang simbol tersebut membawa keseimbangan serta ketenangan dalam hidup, akan tetapi akan menjadi masalah jika pengikut dari konsep tersebut membawa kekacauan bahkan teror bagi kita. Tentunya meskipun sedikit, namun setiap pengikut konsep yang kedua ini eksis dalam masyarakat, tentunya kita akan kelimpungan menghadapinya. Terlebih jika pengikut mereka semakin besar maka semakin kacaulah segala ranah kehidupan ini.

Setiap ada idea (ide), pastilah disitu ada yang namanya counter idea (lawan dari ide), dalam hal ini, anggaplah idea tersebut merupakan ide yang menjadi akar setiap teror yang melanda negeri ini, dan counter idea merupakan ide yang kita miliki. Maka kita harus memperkuat counter idea ini dan benar-benar memainkannya sebagai senjata kita. Jangan sampai sedikitpun terbersit sedikitpun keraguan didalam benak kita untuk menggunakannya.

Counter idea yang pantas untuk melawan idea ini adalah catur ide yang terdiri dari: pertama, konsep Tawassuth yang berarti moderat, penengah. Bagaimana kita membentuk pre-discourse setiap individu masyrakat untuk selalu tampil moderat dalam upaya untuk menjawab tantangan yang dihadapi kelompok masyarakatnya dan sebagai bentuk semangat ukhuwah atau persatuan dan kesatuan.

Kedua, konsep tawazzun yang berarti penyeimbang, sebuah prinsip yang kuat dalam membawa masyarakat kita untuk berjalan membuat sebuah dinamika positif tanpa intervensi dari kekuatan manapun, baik itu dari barat ataupun dari timur, dari dalam ataupun dari luar negeri, konsep ini bisa membentuk masyarkat yang berkarakter dan beridentitas atas dirinya sendiri berpijak pada nilai-nilai luhur yang dimiliki dan diwariskan oleh nenek moyang kita sehingga menjadi bangsa yang mandiri, konsep ini juga merupakan sebuah pola pikir yang selalu berusaha untuk menuju ke titik pusat ideal (keseimbangan).

Ketiga, tasammuh yang berarti toleransi, sebuah prinsip yang menuntun masyarakat kita untuk selalu berada dalam titik fleksibelitas dalam menerima segala perbedaan, hal ini bisa menyadarkan kita bahwa perbedaan merupakan sebuah keniscayaan yang dimiliki oleh setiap bangsa, ketika kesadaran ini terbangun maka akan terbentuklah sikap terbuka dan toleran. Akan tetapi toleransi ini harus tidak mengesampingkan proses filterisasi atas hal-hal yang berbeda dari bangsa kita yang mampu mereduksi bahkan menghilangkan karakter asli bangsa kita. Konsep ketiga ini diilhami dengan makna ayat Alqur’an yang berbunyi “lakum dinukum waliyadin” yang berarti “bagimu agamamu dan bagiku agamaku serta ayat yang berbunyi “walana a’maluna walakum a’malukum” yang artinya kurang lebih “bagi kita (manfaat) amal kita, dan bagi kamu sekalian (akibat) amal kalian” sehingga konsep ini bisa menjadi pre-discourse bagi masyarakat kita yang membebaskan, dan melepaskan dari sifat egoistik dan sentimentil pribadi ataupun bersama.

Serta yang keempat adalah I’tidal yang berarti keadilan, adalah konsep tentang adanya proporsionalitas. Jadi semua elemen yang ada didalam bangsa ini harus mau mendasarkan aksinya atas keadilan.

Apabila empat prinsip ini mampu kita jalankan niscaya sikap, tindakan, serta perilaku kita dan masyarakat kita akan jauh mengarah kepada hal-hal yang bisa menyebabkan kekacauan secara abstrak maupun teror secara fisik. Dalam upaya penerapan empat prinsip ini dalam masyrakat kita, jangan lupa untuk berani dan bisa memainkan simbol yang mampu menarik masyarakat sehingga dengan cepat dapat terinternalilasi dalam jiwa.

Selain usaha akan penerapan atas counter ide yang berisi empat poin diatas pemerintah diharapkan berani untuk mencegah atau bahkan melarang hal-hal yang condong kepada usaha penghilangan atas eksistensi NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) apalagi ide ataupun usaha yang jelas mengarah ke hal-hal tersebut, seperti ide tentang pendirian Negara Islam, aksi premanisme atas nama agama sehingga sel-sel terorisme tidak bisa lagi terbentuk karena akarnya sudah tercerabut dari tanahnya. Wallahu a’lam.