Selasa, 28 September 2010

Rianti, Semoga Tenang di Surga

Sore ini aku kehilangan salah satu teman terbaikku, teman yang aku kenal semenjak aku duduk di bangku SMP, meskipun semua itu berawal dari percakapan dunia maya, tapi hadirnya terasa begitu dekat dengan jiwaku.

Febriyanti, nama yang indah menurutku, dilihat dari namanya kalian pasti akan tahu kalau dia adalah gadis yang dilahirkan dibulan Februari, bulan yang unik karena tidak mempunyai jumlah hari sebanyak bulan-bulan yang lain, namun Februari adalah bulan yang istimewa bagi orang-orang yang percaya dengan hari kasih sayang.

“Akh..aku pingin sharing ni”, seperti biasa ukhti rianti, demikian aku biasa menyapanya, mengirimiku sebuah pesan pendek untuk mendiskusikan berbagai macam hal sebagai pengantar tidur kami. Kami biasanya berkirim sms sampai salah satu dari kami ketiduran. Dan yang aku sukai darinya, dia selalu mengajakku mendiskusikan hal-hal yang serius..

“iya dek, mau sharing tentang apa?”, jawabku.

“Akh..jangan panggil adek gitu dunk, kan kita udah sepakat kalo aku dipanggil

“ukhti” kan?, selanya. Sebutan “Akh..” kependekan dari kata akhi yang berarti saudaraku

“Memangnya kenapa kalo aku panggil adek?”

“Ya, gak apa-apa akh, aku pinginnya dipanggil ukhti aja, lebih anggun”

“Ciee..maunya, ok deh ukhti rianti yang caem hehe”

“Makasih ya akh..”

Febriyanti adalah gadis yang anggun menurutku, tinggi semampai ideal dengan berat badannya, otaknya encer, semangatnya yang selalu menyala, kulit wajahnya yang putih mulus selalu terlihat berbinar karena guratan wajahnya tak pernah lepas dari senyum, kedua sisi pinggir bibirnya selalu ditarik kebelakang saat dia berbincang dengan lawan bicaranya. Meskipun dibalut dengan jilbab yang panjang, namun segala pesonanya tak pernah tertutupi. Pesona seorang muslimah ideal.

“Akh..kenapa orang-orang itu selalu berpandangan negative tentang orang yang memakai jilbab panjang ya?” Tanyanya.

“Berpandangan negatif gimana ukhti?”

“Seolah-olah wanita islam yang berjilbab panjang itu merupakan bagian dari islam fundamental yang selalu berlaku keras dalam melakukan dakwah, bahkan mereka sering berkata-kata kasar saat aku lewat didepan mereka,”

“Berkata-kata kasar gimana ukhti?” balasku hati-hati, aku tidak ingin anaknya salah paham.

“Tahu gak akh? Aku sakit hati banget saat mereka ngomong kalo aku ini adalah

“Batman” kasar kan akh..”

“hahaha..,” balasku singkat.

“Wah..kok malah diketawain? Gak lucu tau!”

“Memang nggak lucu ukhti, tapi menurutku konyol aja..he he,” Jawabku sekenanya.

Sekarang aku jawab smsnya dengan agak serius, “Hemm, memang ukhti, masyarakat kita tampaknya harus diberi pemahaman yang lebih terkait busana yang dipakai seorang muslim maupun muslimah, jangan hanya karena istri-istri para teroris dinegeri ini memakai cadar atau jilbab panjang lalu orang yang bergaya pakaian seperti mereka lantas dicap sebagai orang yang berpandangan sama dengan para pelaku terror itu.”

“Aku setuju akh.. mereka itu orang-orang yang memahami ajaran agama dari sisi yang lengkap, sisi luarnya saja”

“yupz..seperti itulah..agama dimanapun pasti akan mengajarkan kedamaian ukhti, aku yakin tidak ada satupun agama yang mengajarkan kekerasan dan pertumpahan darah,”

“Betul akh..para pelaku teror itu hanya akan menodai agama, dan berarti juga mengotori nama tuhan-Nya yang suci.”

“Iya ukhti..apalagi sampai melakukan penjarahan dan perampokan bank untuk mendanai aksi teror yang mereka pahami sebagai jihad,”

“Apa mereka tidak paham konsep pembagian dua macam orang kafir ya?” Tanyanya.

“Maksudnya pembagian dua macam orang kafir gimana ukhti?” yang satu ini memang aku belum paham.

“Ya dalam pandangan Islam kan ada dua macam orang kafir akh..yakni kafir dzimmi dan kafir harbi, yang pertama berarti wajib dilindungi sedangkan yang kedua berarti wajib diperangi.”

“oh..gitu ya ukhti,,”

“iya..”, jawabnya singkat.

“Akh..perlu nggak ya syariat Islam dijadikan dasar Negara?” Topik kami beralih pada konsep kenegaraan.

“Menurutku yang wajib kita lakukan adalah menegakkan syariah ukhti..bukan membuatnya formal sebagai aturan Negara,”

“Kalau memang demikian bagaimana dengan berbagai macam pelanggaran agama yang terjadi akh?” Dia menyela.

“Inilah tugas kita sebagai generasi muda Islam ukhti, tak usah kita memformalkan syariat, namun cukup kita tanamkan nilai-nilai syariat itu supaya membudaya di tengah masyarakat kita yang majemuk”.

“Hemm..tapi itu sulit akh..”

“Memang sulit ukhti,,tapi di dunia ini gak ada yang nggak mungkin kan?”

“Iya akh..”

“Memang, Indonesia ini merupakan negara yang berpenduduk muslim terbesar didunia, tapi Indonesia itu multukultural, jadi semuanya harus diwadahi dan dihargai ukhti..termasuk budaya masing-masing masyarakat,”

“Betul Akh..asalkan dengan cara damai, maka agama juga akan jaya..aku aja punyai teman karib yang beragama Kristen kok akh..ingat Rasulullah pernah menyuapi orang Yahudi kan?”

Begitulah Rianti, gadis manis yang sering diejek orang disekitarnya karena dia berjilbab lebar, disangka berpaham keras dalam Islam. Namun dia hanya ingin menjadi seorang muslimah santun yang sejuk dipandang.

***

Untuk menjadi Rianti yang sekarang, tidaklah mudah. Waktu dia mau lulus SMP dia mulai memakai jilbab. Dia juga menyimpan seluruh celana yang pernah dibelinya.

“Aku ingin menjadi muslimah yang berada dijalan Allah mas,” dia katakan hal itu saat kami chatting, waktu itu dia masih memanggilku dengan sebutan mas.

“Iya lelly, mas dukung keputusanmu, jangan ragu!” ujarku penuh semangat, sebelum aktif diorganisasi dakwah sekolah, dia lebih suka aku panggil lelly.

“Tapi ibu sama ayah melarang mas, beliau berdua takut kalau aku tidak dapat teman,”

“Nggak apa-apa lelly, semuanya akan baik-baik saja, aku yakin ayah sama ibumu pasti akan mendukung, suatu saat nanti.

Dan benar saja, awal mula dia memakai jilbab, teman-temannya banyak yang menjauh. Namun semua itu tidak berlangsung lama karena Rianti memang gadis periang yang mudah untuk bergaul, walaupun dengan orang baru.

**

“Alhamdulillah akh..aku sekarang jadi ketua lembaga dakwah disekolah,” ujarnya suatu saat waktu kami chatting.

“Wah..selamat ya ukhti, lakukan yang terbaik, tapi jangan lupa sekolahnya lho ya,” ucapku.

“Iya..dakwah ok, prestasi yes!” ujarnya menggebu.

“Ah..lelly..semoga kau berdakwah dengan mengikuti jalan yang benar,” gumamku

Sebenarnya aku khawatir waktu dia cerita bahwa dia mau bergabung dengan lembaga dakwah yang ada di sekolahnya, karena saat itu ada rumor bahwa komplotan teroris mencari kader baru melalui lembaga dakwah yang ada disekolah maupun kampus. Aku masih ingat bahwa anak buah salah satu gembong teroris di Negara ini merupakan jebolan aktivis dakwah kampus.

“Hal ini tidak bisa digeneralisir akh..aku yakin itu hanya segelintir orang saja yang tidak memakai akal sehat dengan bergabung dengan mereka para pelaku jihad dengan jalan kekerasan..,” ujarnya saat aku mendiskusikan hal ini dengannya.

“Dari pada jihad dengan teror, lebih baik kita jihad sosial akh,” lanjutnya lagi.

“Jihad sosial bagaimana ukhti? Aku kok nggak paham maksudnya?”

“Ya jihad untuk menolong sesama contohnya membantu orang miskin, menyantuni anak yatim, itu tuh akh, masih banyak kan para pengemis dan anak jalanan yang wajib ditolong?”

“Betul ukhti..” jawabku.

“Aku yakin akh..aksi-aksi teror yang selama ini terjadi malah akan membawa masalah baru, bukan hanya para pelakunya, namun juga orang-orang disekitarnya,” jelasnya lagi.

**

Dor..dor.. dor, “Jangan bergerak!” “Angkat tangan kalian!” “Jongkok!”

Suara letusan dan bentakan sore itu mengagetkanku, kuintip dari jendela kamar kosku, ada asap keluar dari jendela masjid kampus.

“Hei eko..cepat keluar! Ada penggrebekan teroris dimasjid!” teriak temanku luthfi yang saat itu baru pulang dari kampus.

Ketika aku sampai sana terlihat beberapa mayat laki-laki dan perempuan tergeletak dilantai, kami hanya bisa mengintip dari luar masjid kebanggaan kampusku ini, karena disekelilingnya sudah terpasang Police Line.

“Siapa kira-kira yang meninggal dalam penyerbuan pasukan anti teror kali ini ya?” gumamku dalam hati, entah kenapa aku jadi khawatir ketika para petugas otopsi keluar membawa jenazah seorang wanita berparas cerah.

“Eko..yang sabar ya..ukhti Rianti meninggal, dia korban salah tembak para pasukan anti teror! Saat aktivis dakwah kampus sedang asyik berdiskusi tiba-tiba mereka datang kemasjid, karena beberapa teroris masuk lewat lantai dua!” ujar Fia, teman dekat Rianti diseberang sana, sore itu dia meneleponku.

“Innalillahi wa inna ilaihi roji’un.,.ukhti, semoga kau tenang disurga.” Do’aku untuknya, dia meninggal gara-gara teroris.

Malang, 29 September 2010.

Tidak ada komentar: